Kamis, 17 Desember 2009

TRI HITA KARANA AWARDS & ACCREDITATION:

TRI HITA KARANA AWARDS & ACCREDITATION:

Menuju Pembangunan Pariwisata yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan

Oleh : Dr. K.G. Dharma Putra,M.Sc

1. Latarbelakang

Dalam mewujudkan pembangunan Bali yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup, peran para pihak sangat menentukan dalam mengawal keberhasilan pembangunan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sektor unggulan di Bali yakni pembangunan pariwisata, pertanian, usaha kecil dan menengah (UKM), yang dalam sejarahnya selalu saling ketergantungan, saling mendukung dan saling melengkapi, kini di lapangan justru menimbulkan konflik yang semakin tajam akibat persaingan memperebutkan lahan yang kian sempit. Panorama hamparan sawah (rice terrace) yang mempesona dengan keunikan Subak (organisasi tradisional di bidang irigasi Bali) yang menyajikan perpaduan atraksi alam, budaya agraris, dan aktivitas ritual mulai terancam eksistensinya akibat konflik kepentingan tersebut. Konversi lahan pertanian seakan-akan tak terkendali lagi. Di bagian lain, tampak juga pantai yang indah, tebing dan jurang yang asri ikut terdesak bangunan beton.

Salah satu fenomena yang kasatmata dan amat memprihatinkan adalah semakin banyaknya anak petani (Bali) yang tak merasa keberatan kehilangan lahan pertanian. Mereka lebih suka memilih bekerja di hotel, artshop, bahkan sebagai pengemudi bus pariwisata ketimbang menanam padi di sawah. Pilihan ini, tentu, tidak salah mengingat sektor pertanian jika dilihat hanya dari aspek ekonomi, memang, kurang menjanjikan -- harga produksi cenderung merayap turun terus, sebaliknya biaya produksi (bibit, pupuk, obat-obatan/saprodi, dan ongkos tenaga kerja) naik terus. Dengan demikian, minat kaum muda tinggal di desa untuk terjun ke sektor pertanian menurun, urbanisasi sulit dibendung, para pekerja sawah dan ladang (tukang cangkul, pembajak, pemanen padi) ‘terpaksa’ harus didatangkan dari luar Bali.

Yang lebih menyedihkan lagi, selain enggan bekerja di sawah dan tak risau terhadap kian menyempitnya lahan pertanian, anak-anak petani juga kelihatan semakin tak peduli, misalnya, pada suatu saat nanti Bali harus mengimpor beras dan berbagai sarana upacara ritual (janur, bunga, buaha-buahan, dan sejenisnya). Dengan demikian, persoalannya tak lagi hanya menyentuh bidang ekonomi, tetapi ikut mempertaruhkan nilai-nilai budaya, adat-istiadat, dan religius yang menjadi modal utama pengembangan pariwisata Bali.

Pariwisata, memang, membawa dampak yang bersifat positif dan negatif. Positifnya, antara lain, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja; merangsang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat; menunjang laju pembangunan sarana dan prasana; menumbuhkan kebudayaan asli (seni tari, musik, kerajinan tangan, upacara dan pakaian adat). Negatifnya, antara lain, menyuburkan sikap individualistis dan materialistis; meningkatkan tindak pidana dan peredaran narkoba; merusak sistem ekologis (alih-fungsi/konversi/ penggunaan lahan subur dan air sulit dibendung, penebangan hutan tak terkontrol); dan pencemaran lingkungan hidup.

Tersedianya lapangan usaha dan kesempatan kerja yang semakin luas sebagai imbas positif pariwisata, tentu, tidak hanya untuk penduduk lokal. Penduduk dari daerah lain di Indonesia dan luar negeri pun ikut berduyun-duyun mengadu nasib ke Bali sehingga kompetisi terbuka tak terhindarkan. Di tengah-tengah medan kompetisi bebas dan terbuka ini, banyak hal bisa terjadi. Mereka yang bermutu dan profesional pasti di depan, sebaliknya mereka yang under-employee dan memiliki prilaku instant, selain kalah bersaing, tak akan tanggung-tanggung mengambil jalan pintas dengan menjual tanah (basah/kering). Akibatnya, tanah produktif kian terdesak di satu sisi, sementara dan di sisi lain penduduk akan tambah padat dengan segala implikasinya.

Hal itu, cepat atau lambat, praktis mengubah wajah dan tatanan kehidupan yang berfilosofi tri hita karana (THK) di pulau kecil yang dulu terkenal cantik menawan dan indah mempesona ini. Perubahan itu jika dilihat dari perspektif THK, umumnya, berawal dari aspek palemahan yang dalam sistem kebudayaan analog dengan subsistem kebendaan/artefak, terus mempengaruhi aspek pawongan (subsistem sosial), akhirnya merembet ke aspek parhyangan (subsistem pola pikir/konsep/nilai). Contoh di lingkungan subak, gangguan selalu bermula di lingkungan fisik, yaitu sawah/ladang beralih fungsi menjadi mall, atau swalayan/pertokoan, hotel, villa, dan lain-lain. Selanjutnya mempengaruhi subsistem sosial, yaitu kerama (anggota) subak kehilangan ikatan kepentingan bersama dan terancam bubar. Akhirnya merembet ke subsistem pola pikir/nilai/konsep, misalnya, akibat berkurangnya komunitas keagamaan menyebabkan perawatan terhadap fasilitas tempat suci (Pura Bedugul dan Ulun Suwi, puranya kerama Subak) semakin berat. Beban berat ini lama-kelamaan dapat mempengaruhi sistem religi, misalnya, emosi dan tindakan-tindakan keagamaan bisa bergeser sehingga mempengaruhi nilai-nilai religiusnya.

Nasib serupa dialami pula oleh kaum bendega (masyarakat pantai/kaum nelayan). Awal ‘gangguan’, umumnya berupa ‘pemblokiran’ pantai/laut (palemahan) oleh pemilik hotel/restoran, villa, atau marine sport sehingga para nelayan (pawongan) kehilangan ikatan bersama dan memilih bubar. Akhirnya, nilai-nilai religius dan aktivitas ritual yang merupakan sarana pendukung perwujudan aspek parhyangan (lingkungan spiritual) di Pura Segara (puranya kerama bendega) tergerogoti.

Banjar dan desa pakraman (tradisional village), yang kerapkali disebut-sebut sebagai pranata sosial dan benteng kekuatan utama Bali, kelihatannya, tak luput juga dari ‘getah konflik’ akibat persaingan dan perebutan kepentingan itu. Disebut benteng karena wewidangan (wilayah) desa adat/pakraman merupakan wadah (palemahan) berkumpulnya komunitas (pawongan) tradisional Hindu dari berbagai profesi (nelayan, petani, pedagang, buruh, pejabat, dll). Komunitas di desa pekraman ini memiliki kesatuan tradisi turun-menurun dalam ikatan kahyangan tiga (sejenis pura teritorial) sebagai salah satu sarana utama peningkatan kesadaran spiritual. Fungsi lain dari lembaga tradisional ini adalah memupuk tatanan kehidupan berlandaskan konsep THK, seperti membina dan mengembangkan kebudayaan lokal-nasional dan estetika; memupuk persatuan/kesatuan dengan prinsip-prinsip kebersamaan umat; dan upaya melestarikan alam.

Fungsi-fungsi itu kontektual dengan semangat mempertahankan infrastruktur dan keberadaan sarana pendukung perwujudan (gatra) palemahan, pawongan, parhyangan dalam THK. Fungsi-fungsi itu pula sejak berabad-abad yang lalu dijalankan secara konsisten dengan kesadaran yang tulus berdasarkan konsep-konsep, formula, dan filosofi kehidupan masyarakat Bali (Hindu) menuju harmoni sebagaimana diamanatkan dalam THK, seperti halnya:

1) Konsep skala (fisik/nyata) dan niskala (nonfisik/tidak nyata). Dalam konteks THK, niskala bisa dianalogikan dengan srada (keyakinan) dan bakti (pengabdian dan kesetiaan) kepada Sang Pencipta (Tuhan Yang Mahaesa), sedangkan skala berkaitan dengan semangat saling melayani dan saling menyayangi antar-sesama manusia dan lingkungan alam.

2) Konsep rwa-bhineda (penghargaan terhadap perbedaan, yang pada saat ini kontektual dengan semangat demokratisasi);

3) Tatwam-asi (konsep kasih sayang/saling menghargai);

4) Luan-teben (sakral-profan), salah satu di antaranya adalah terkait dengan budaya tata ruang, yaitu penataan dan pengaturan ruang sebagaimana dijabarkan lebih detail dalam konsep tri angga, tri mandala dan sanga mandala (tri=tiga, sanga=sembilan, angga=bagian, mandala= ruang/zone);

5) Desa mawa-cara dan desa kala patra (penghargaan terhadap tradisi/kebiasaan, adat-istiadat, kepercayaan, dan aturan daerah setempat);

6) Tri semaya (tiga dimensi cermin kehidupan), yaitu atita (masa lampau), anagata (masa depan), wartawana (masa kini); tri kaya parisudha, tri premana, dll.

7) Catur purusa arta (empat tujuan hidup), panca srada (lima keyakinan), sad kertih (enam upaya penunjang kesejahteraan);

Tergerak oleh keinginan luhur agar pembangunan yang dilaksanakan di Bali lebih mengedepankan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan ramah lingkungan maka program THK Award & Accreditation ini mulai dilaksanakan sejak tahun 2000 hingga sekarang. Tingginya animo para pihak untuk terlibat dalam program ini memperlihatkan besarnya komitmen institusi tersebut dalam menjaga keberlanjutan program pembangunan pariwisata yang ramah lingkungan.

2. Mekanisme Penyelenggaraan dan Penilaian THK Award &Accreditation

Secara garis besar acuan penilaian dibagi atas 2 (dua) parameter, yaitu objektif dan subjektif. Sudut pandang objektif dipergunakan karena berhadapan dengan fakta yang tak bisa dihindari. Sebaliknya sudut pandang subjektif dipakai karena sesuai dengan nilai–nilai etika yang ada. Pihak penyelenggara mempergunakan Buku Tri Hita Karana Tourism Awards and Accreditations (THK Awards) sebagai acuan bagi tim penilai dan sasaran program (objek ternilai). Terdapat beberapa unsur yang dijadikan penilaian yakni:

(1) Parhyangan (lingkungan spiritual)

(2) Pawongan (lingkungan sosial

(3) Palemahan (lingkungan alam)

Ke-3 unsur yang merupakan kinerja utama penilaian itu diidentifikasi lagi ke dalam indikator kinerja utama dan kriteria penilaian dengan metode sebagai berikut:

1) Kuesioner, dengan menggunakan option tertutup bervariasi: ya/tidak;

2) Interview dengan menggunakan interview guide;

3) Observasi, pengamatan visual langsung ke objek-objek fisik dan atau peristiwa-peristiwa aktual;

4) Dokumen, dilakukan untuk memperoleh bukti-bukti dokumenter mengenai objek fisik atau peristiwa masa lalu.

Mekanisme penilaian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) initial screening (penjaringan awal), (2) penyebaran kuesioner, (3) site inspection (pemeriksaan ke lapangan).

Pada tahap pertama (initial screening), pihak yang akan dinilai dikirimi kuesioner singkat untuk keperluan penyaringan awal. Sebelum tahap ini dijalankan, dilakukan sosialisasi program THK Awards melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Di samping itu, Tim THK Awards juga aktif menggelar dengar pendapat (hearing) dengan DPRD propinsi dan kabupaten/kota, di samping melakukan sosialisasi langsung ke berbagai organisasi kepariwisataan, ke desa-desa pakraman seputar hotel dan ke forum-forum pengembangan kawasan wisata strategis.

Penilaian pada tahap pertama ini dilakukan secara professional judgement (pertimbangan dan keputusan profesional) dengan melibatkan tim ahli dari Bali Travel News dan Pusat Kajian (PUSAKA) Bali, unsur-unsur dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan (Disbud), dan Dinas Pariwisata Daerah (Diparda) dengan acuan konsep Tri Hita Karana. Pelaksanaan initial screening dilakukan paling lambat bulan Mei tiap tahun.

Pada tahap kedua (penyebaran kuesioner), pihak yang dinilai yang telah mengikuti dan lulus initial screening, kembali dikirimi kuesioner. Kuesioner ini merupakan hasil penjabaran dari kriteria THK Awards yang mencakup tiga bidang (parhyangan, pawongan, palemahan). Di samping itu, dilengkapi pula dengan panduan penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 yang telah disesuaikan dengan sasaran THK Awards. Pada tahap ini selain melibatkan Tim THK Awards yang meliputi unsur Bali Travel News, PUSAKA Bali, BLH, Diparda, dan Disbud, juga melibatkan unsur-unsur perguruan tinggi (negeri/swasta) dan masyarakat di sekitar hotel/objek ternilai. Penilaian Tahap (2) dilaksanakan selambat-lambatnya bulan Juli – Agustus.

Penilaian pada tahap ke-3 (inspeksi lapangan) bersifat mencocokkan jawaban responden, terutama jawaban pihak manajemen hotel/pihak ternilai dengan kenyataan di lapangan. Untuk itu, perlu dilakukan inspeksi langsung atau check reliability (cek kehandalan) oleh dewan juri/Tim THK Awards. Selain ke pihak manajemen, sasaran inspeksi lapangan ini ditujukan juga ke pihak karyawan dan wisatawan yang menginap di hotel/objek ternilai. Bersamaan dengan itu, dijaring juga pendapat dari komponen pariwisata dan pers. Inspeksi lapangan dilakukan secara terbuka (dengan memberitahukan kepada pihak hotel/objek ternilai) dan tertutup (secara diam-diam/silent). Ini dilaksanakan selambat-lambatnya bulan September.

Penilaian mengggunakan 7 (tujuh) instrumen dengan melibatkan tujuh komponen. Ke-7 komponen ini pada hakikatnya sekaligus ikut menentukan para pemenang/pemberian awards. Komponen-komponen itu meliputi:

1) Komponen manajemen perusahaan selaku responden utama;

2) Masyarakat di sekitar objek ternilai yang mencakup unsur perangkat desa/kelurahan (kepala desa/lurah, sekretaris desa/kepala urusan, kepada dusun), tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, yang terwadahi dalam focus group di masing-masing kawasan wisata strategis;

3) Komponen pariwisata, khususnya pemandu wisata/guide;

4) Komponen pers, khususnya wartawan pariwisata;

5) Wisatawan yang menikmati layanan usaha

6) Karyawan

7) Tim penilai THK Awards.

Pengumuman bagi pemenang dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap I (pertama) pengumunan bagi peserta yang bisa masuk nominasi 10 besar untuk masing-masing kategori. Ini ditentukan oleh jawaban atas: (1) initial screening, (2) kuesioner manajemen (3) kuesioner masyarakat sekitar dan (4) hasil site inspection pertama tim THK Awards. Tahap II (kedua) pengumuman bagi peserta yang berhasil meraih trophy THK Awards. Di samping trophy, pihak penyelenggara juga memberikan sertifikat akreditasi THK kepada seluruh peserta, yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima) peringkat sebagai berikut:

1) Istimewa (excellent), sertifikat tertinggi;

2) Sangat baik (very good);

3) Baik (good);

4) Cukup (credit);

5) Afiliasi (affiliation).

Hadiah lain, khusus diberikan kepada peraih trophy THK Awards sebagai berikut:

1) Dipublikasikan di berbagai media massa (cetak dan elektronik)

2) Profil lengkap dimuat di media pariwisata Bali Travel News.

3) Dimasukkan ke dalam brosur Dinas Pariwisata Propinsi Bali dan diedarkan ke seluruh dunia.

4) Ditayangkan di website Bali Travel News.

5) Dimasukkan ke dalam Buku THK Awards tahun berikutnya

Dalam menentukan hasil penelialain secara obyektif dan subyektif ingin diketahui :

(1)Hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan (lingkungan spiritual/parhyangan);(2) Hubungan harmonis antara manusia dan manusia (lingkungan sosial/pawongan); (3) Hubungan harmonis antara manusia dan alam (lingkungan alam/palemahan)

3. Indikator Kinerja Utama Penilaian

3.1.Bidang Parhyangan (lingkungan spiritual):

1) Keberadaan tempat suci/ibadah, misalnya, pura untuk komunitas Hindu di lingkungan kegiatan usahasebelum dan sesudah berdiri atau beroperasi;

2) Pemeliharaan dan perawatan tempat suci/ibadah;

3) Penggunaan simbol-simbol agama, seperti pelinggih (bangunan suci), patung, umbul-umbul, dan sejenisnya bagi umat Hindu;

4) Penggunaan sarana upacara/upakara menurut agama Hindu;

5) Komunikasi/hubungan dengan tempat suci yang ada di luar hotel;

6) Peningkatan kualitas kehidupan budaya Bali dan ajaran Agama Hindu, misalnya, melalui dharma tula (seminar atau diskusi tentang agama), dharma wacana (ceramah agama), dharma yatra (perjalanan suci), dll;

7) Penerapan konsep arsitektur tradisional Bali;

8) Pengaturan tata letak tempat suci di lingkungan hotel/perusahaan;

9) Kegiatan keagamaan, baik yang dilakukan tiap hari, seperti aci-penyabran/mesaiban (persembahan tiap hari),biasanya, dilakukan seusai memasak maupun aktivitas ritual secara periodik lainnya;

10) Kontribusi dan partisipasi pihak hotel/ perusahaan terhadap kegiatan keagamaan di sekitarnya;

3.2.Bidang pawongan (Lingkungan Sosial):

1) Hubungan antarkaryawan, manajemen, owner/ pemilik;

2) Keberadaan organisasi sosial kemasyarakatan di lingkungan perusahaan;

3) Komposisi tenaga kerja lokal di perusahaan;

4) Usaha pemberdayaan potensi organisasi tradisional (sekehe, paguyuban, dll);

5) Hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitar.

6) Peningkatan kemampuan usaha masyarakat sekitar hotel, misalnya, kerjasama dengan kelompok tani, seniman, dll);

7) Upaya peningkatan kualitas SDM di lingkungan hotel/perusahaan;

8) Upaya peningkatan kualitas SDM masyarakat sekitar hotel/perusahaan, misalnya, dengan beasiswa, dll;

9) Kepedulian terhadap masalah kemanusiaan;

10) Kontribusi dan partisipasi pihak hotel/ perusahaan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya Bali;

3.3.Bidang palemahan (Lingkungan Alam):

1) Komitmen kegiatan usahaterhadap kualitas lingkungan;

2) Penerapan langgam (stil/gaya) arsitektur Bali dalam pembangunan fisik;

3) Penerapan konsep Hindu (tri mandala, sanga mandala, tri angga, dll) dalam pengaturan dan penataan ruang;

4) Pelestarian dan pengembangan ekosistem;

5) Pengelolaan limbah (cair,padat,gas), dan buangan berbahaya dan beracun (B-3);

6) Partisipasi kegiatan usahaterhadap masalah lingkungan lokal, nasional, dan internasional;

7) Pengorganisasian yang jelas terhadap pengelolaan lingkungan;

8) Penghematan energi dan sumber daya alam (listrik, air, dll);

9) Penamaan ruangan, bangunan, dan sejenisnya sesuai dengan budaya Bali;

10) Pengelolaan lingkungan sesuai dengan hukum positif/berlaku;

11) Melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan lingkungan secara berkala;

4. Kriteria Penilaian

4.1 Bidang Parhyangan (Lingkungan Spiritual) :

(1) Apakah kegiatan usaha ini (objek ternilai) memiliki buku-buku, video tape,dll. tentang agama Hindu terutama berkaitan dengan konsep Tri Hita Karana

(2)Apakah kegiatan usaha ini mensosialisasikan konsep Tri Hita Karana kepada wisatawan

(3)Apakah di kegiatan usaha ini ada simbol-simbol keagamaan dan benda-benda sakral dipergunakan sebagai hiasan yang dikomersilkan

(4)Apakah pelaksanaan upacara agama Hindu di kegiatan usaha ini telah sesuai dengan ketentuan

(5) Apakah kegiatan usaha ini telah melaksanakan upaya–upaya pelestarian dan pengembangan budaya Bali

(6)Apakah kegiatan usaha ini memberikan kontribusi terhadap kegiatan keagamaan di lingkungan sekitarnya

(7)Apakah kegiatan usaha ini telah melaksanakan upaya-upaya pengembangan kesenian tradisional Bali

(8)Apakah kegiatan usaha ini pernah menggelar kegiatan budaya

(9)Apakah kegiatan usaha ini melaksanakan upacara agama di lingkungan usaha secara periodik, misalnya, mempersembahkan banten saiban setiap hari, ngaturang canang pada tempat semestinya, dll

(10)Apakah kegiatan usaha ini memberikan kesempatan yang cukup kepada karyawannya untuk melaksanakan ibadah agama

(11)Apakah kegiatan usaha ini dilengkapi dengan pura

(12)Apakah kegiatan usaha ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan lingkungan spiritual, misalnya, pura di sekitar perusahaan

(13)Apakah kondisi tempat pemujaan (pura atau linggih /bangunan suci) di kawasan kegiatan usaha ini terawat dengan baik

(14)Apakah tata letak tempat pemujaan (sarana pendukung perwujudan aspek parhyangan) di kegiatan usaha ini sesuai dengan konsep-konsep arsitektur tradisional Bali

(15)Bagaimana kegiatan usaha ini menetapkan pelaksana upacara keagamaan

(16)Apakah kegiatan usaha ini sering menyelenggarakan dharma wacana/Dharma tula (ceraamah/diskusi keagamaan) dalam rangka meningkatkan sradha dan bhakti (keyakinan dan kesetiaan) karyawan

(17)Apakah kegiatan usaha ini pernah meyelenggarakan tirta yatra/perjalanan suci?

(18)Apakah kegiatan usaha ini pernah menyelenggarakan dharma santi/ silaturahmi?

(19)Apakah hote;/perusahaan ini pernah menyelenggarakan dharma githa/mekidung?

(20)Apakah kegiatan usaha ini pernah melaksanakan dharma sedana/meditasi?

4.2.Bidang Pawongan (Lingkungan Sosial):

(1)Apakah kegiatan usaha ini memiliki program organisasi sosial kemasyarakatan

(2)Apakah di kegiatan usaha ini ada bentuk kegiatan yang memberdayakan organisasi tradisional seperti sekehe truna, subak, banjar dan organisasi lainnya

(3)Apakah kegiatan usaha ini dapat menampung hasil-hasil petani masyarakat lokal (bunga, buah, daging, sayur)

(4)Apakah perusahaan ini menjalin kemitrausahaan dengan masyarakat sekitar

(5)Apakah kegiatan usaha ini mempunyai program kepedulian terhadap masalah-masalah kemanusiaan

(6)Apakah kegiatan usaha ini punya program anak asuh terhadap warga sekitar

(7)Apakah manajemen kegiatan usaha ini mempunyai program yang mendukung pemberdayaan seniman Bali

(8)Apakah kegiatan usaha ini mempunyai program peningkatan SDM bagi karyawannya

(9)Apakah kegiatan usaha ini mempunyai program peningkatan SDM masyarakat sekitar

(10)Apakah kegiatan usaha ini mengajak wisatawan untuk menonton pertunjukan seni, praktik-praktik membuat ukiran, praktik memasak dan lain-lain langsung turun ke masyarakat sekitar

(11)Apakah kegiatan usaha ini memberikan kontribusi (dalam bentuk materi) terhadap pelestarian budaya Bali

(12)Berapa banyak tenaga kerja lokal (Bali) di kegiatan usaha ini

(13)Apakah antara karyawan dan manajemen pernah terjadi konflik dalam kurun waktu satu tahun terakhir

(14)Apakah kegiatan usaha ini memiliki Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan Forum Bipatrit

(15)Apakah kegiatan usaha ini pernah mengalami kesulitan dalam menyelesaikan konflik dengan desa adat/masyarakat sekitar

(16)Apakah kegiatan usaha ini telah memiliki dan melaksanakan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja/K3

(17)Apakah kegiatan usaha ini memberikan jaminan kesehatan terhadap karyawannya

(18)Apakah kegiatan usaha ini memberikan fasilitas cuti bagi karyawannya

(19)Apakah kegiatan usaha ini mengadakan pertemuan berkala

(20)Apakah kegiatan usaha ini memberikan jaminan saat karyawannya sakit

(21)Apakah karyawan kegiatan usaha ini diberikan bonus dan tunjangan hari raya

(22)Apakah kegiatan usaha ini memberikan cuti jika ada karyawan maupun manajemen yang sakit, bersalin, datang bulan, dan ada kegiatan keagamaan

(23)Apakah kegiatan usaha ini sudah menyediakan fasilitas perawatan kesehatan baik di dalam maupun di luar perusahaan

(24)Apakah kegiatan usaha ini menyediakan sarana olah raga untuk karyawannya

(25)Apakah karyawan di kegiatan usaha ini sudah mempunyai koperasi

(26)Apakah kegiatan usaha ini memberi penghargaan kepada karyawan yang berprestasi istimewa

4.3 Bidang Palemahan (Lingkungan Alam) :

(1)Apakah kegiatan usaha ini sudah memiliki dan mengoperasikan unit pengolahan limbah cair

(2)Bagaimana sistem pengolahan limbah padat di kegiatan usaha ini, sudahkah menerapkan konsep pemisahan, daur ulang (recycle), composting, penggunaan kembali (reuse), dengan mengembalikan unsur penyusunnya kembali (recovery)

(3)Apakah pengaturan ruang di kegiatan usaha ini telah mengikuti konsep Tri Mandala

(4)Bagaimana penerapan konsep Tri Angga telah dilaksanakan dalam pembangunan di kegiatan usaha ini

(5)Sejauh mana kegiatan usaha ini telah menjaga dan mengembangkan ragam flora dan fauna

(6)Apakah kegiatan usaha ini punya sistem pengolahan limbah bahan beracun berbahaya (B3) dengan baik

(7)Pernahkah kegiatan usaha ini melakukan upaya-upaya nyata dalam penyelamatan dan pelestarian lingkungan (air, tanah, udara) di dalam dan di luar lingkungan perusahaan

(8)Apakah ada upaya nyata di kegiatan usaha ini untuk menghemat pemanfaatan sumber daya alam – air

(9)Apakah ada upaya nyata di kegiatan usaha ini untuk mengehemat pemanfaatan sumber daya alam -- lahan

(10)Apakah ada upaya nyata di kegiatan usaha ini untuk menghemat pemanfaatan sumber daya alam -- energi

(11)Apakah kegiatan usaha ini dilengkapi dengan dokumen lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

(12)Apakah kegiatan usaha ini melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan mutu lingkungan secara berkala

(13)Pernahkah terjadi konflik dengan masyarakat karena faktor lingkungan

(14)Apakah penamaan ruang dan bangunan dll di hotel ini sudah disesuaikan dengan konteks budaya lokal

5. Penutup

Pada tahun 2009, penyelenggaraan THK Award & Accreditation telah telah dilaksanakan sebanyak 10 kali. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan program tersebut, seperti semakin tingginya konflik kepentingan antar sektor pembangunan di Bali, serta tuntutan agar program ini dapat diimpelementasikan secara nasional dengan penyelenggaraan yang lebih profesional. Beberapa lembaga telah memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan program ini seperti pemerintah daerah (kabupaten/kota/provinsi), lembaga swadaya masyarakat, kementrian lingkungan hidup dan budpar, dan organisasi internasional (WTO). Oleh karenanya, peran para pihak semakin dibutuhkan dalam memberikan kontribusi yang nyata terhadap upaya-upaya penyempurnaan program ini.

Daftar Bacaan

Asrama B,(Ed), 2005, Tri Hita Karana Awards & Accreditation, Pemda Bali-Bali Travel News

Capra F., 2005, The Hidden Connection : Strategi Sistemik Melawan Kapitalisme Baru, Penterjemah Andya Primanda, Yogyakarta: Penerbit Jalasutra

Dharma Putra,K.G., 2003, Partnership and Public Participatory Approach for Coastal and Marine Environment Management in Bali, Indonesia, The East Asia Seas Congress, Putrajaya, Malaysia

Dharma Putra, K.G.,2005. Memilih Orientasi Strategi Penerapan Tri Hita Karana (THK). Dalam Green Paradise, Tri Hita Karana Tourism Awards & Accreditation. Denpasar: Bali Travel News dan Pemda Bali.

Dharma Putra, K.G.,2006, Tri Hita Karana a Vision for Harmony, The East Asia Seas Congress, Hainan, Peoples Republic of China

Dharma Putra,K.G.,2007, Implementasi THK dalam Lingkungan Hidup Realitas, Harapan dan Rekomendasi Kebijakan, dalam Bali Is Bali Forever, Denpasar

Hodges,L., 1973. Environmental Pollution, New York: Holt, Rinehart and Winston.

Mitchell,et al, 2000, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Jogyakarta: Gajahmada Univerity Press

1 komentar:

  1. Salam.....sekedar info Pak Ketut....sy ada saudara di Udayana...namanya Pak Dr.Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP. (dia di Fak.Teknik Arsitektur Udayana).... salam buat beliau Pak Ketut..... Sukses.... oh ya..ini no sy 085215497331 .... sekedar info Pak Ketut....sy Geliat di Gerakan Indonesia Hijau Foundation Jakarta (sebagai Pendiri) dan sy eksis di pengolahan sampah berbasis komunal...kapan2 bisa shar lebih jauh Pak. Ok....... :)

    BalasHapus