STRATEGI PENGELOLAAN DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT DEMI PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN YANG BERKELANJUTAN
Oleh : Dr.Ketut Gede Dharma Putra
Staf pengajar AMDAL di Universitas Udayana
Tim Ahli Integrated Coastal Management (ICM) GEF/UNDP/IMO Regional Programme for Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA) - Bapedalda Provinsi
1. Pendahuluan
Wilayah pesisir mempunyai peranan penting bagi pembangunan dan aktivitas social budaya masyarakat
Masalah pencemaran lingkungan pesisir dan laut telah banyak terjadi dimana-mana, terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang banyak melakukan aktivitas pembangunan. Ketchum dan
Aktivitas manusia merupakan penyebab utama kerusakan lingkungan. Homer –Dixon dan kawan-kawan dalam Mitchell ( 2000) menyatakan bahwa kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan dengan tiga cara yakni: Pertama, penurunan jumlah dan kualitas sumber daya, terutama jika sumberdaya dieksploitasi dengan tingkat kecepatan yang melebihi daya pulihnya. Kedua, penurunan atau kelangkaan sumberdaya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk. Dengan bertambahnya penduduk, tanah dan air yang jumlahnya tetap sama sudah barang tentu dimanfaatkan oleh lebih banyak orang. Hal ini berarti jumlah pemakaian tanah dan air per orang semakin berkurang. Ketiga, akses terhadap lingkungan dan sumberdaya alam yang tidak seimbang yang disebabkan oleh pranata hukum serta hak kepemilikan yang terkonsentrasi pada sebagian kecil masyarakat/lembaga. Terpusatnya kegiatan-kegiatan ekonomi di suatu kawasan menyebabkan terjadinya akumulasi permasalahan lingkungan yang pada akhirnya menyebabkan gangguan terhadap kenyamanan kehidupan manusia.
2. Kerusakan Lingkungan di Wilayah Pesisir dan Laut Bali
Pulau Bali dengan luas wilayah sebesar 5.632,86 km2 memiliki garis pantai sepanjang 430 km saat ini sedang mengalami peningkatan pencemaran di wilayah pesisir dan lautnya sebagai konsekuensi perkembangan penduduk dan aktivitas pembangunan di pulau yang dikenal sebagai daerah tujuan pariwisata dunia ini. Pertumbuhan penduduk Bali selama sepuluh tahun terakhir ( 1990-2000) sebesar 1.19 % per tahun mengalami peningkatan di bandingkan laju pertumbuhan penduduk sepuluh tahun sebelumnya ( 1980-1990) yakni sebesar 1,08 % ( Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali, 2001). Prediksi pertambahan penduduk Bali pada sepuluh tahun kedepan ( 2000-2010) diperkirakan berkisar 1,09 % sehingga akan terjadi tekanan terhadap daya dukung lingkungan yang semakin berat untuk dikelola dengan benar.
Proyeksi peningkatan pertumbuhan penduduk yang semakin besar setiap tahunnya berpotensi besar meningkatkan pencemaran lingkungan. Terlebih lagi, sampai tahun 2007 belum ada suatu sistem pengolahan limbah cair terpadu yang beroperasi di Pulau Bali secara terpadu karena kegiatan pembangunan Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) yang akan melayani pengolahan limbah untuk sebagian wilayah Denpasar, Sanur dan Kuta baru akan beroperasi optimal pada tahun 2008. Dapat diduga, semua limbah cair yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, langsung masuk kedalam lingkungan yang pada akhirnya akan menuju ke wilayah pesisir dan laut.
Permasalahan lingkungan yang utama di wilayah pesisir dan laut di Propinsi Bali khususnya di wilayah pesisir Tenggara Pulau Bali terjadi sebagai akibat lebih terkonsentrasinya kegiatan pembangunan dan pemanfaatan langsung ruang dan sumberdaya serta jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut di bagian Selatan pulau Bali. Pembangunan fasilitas kepariwisataan seperti hotel, villa, resort, restaurant dan fasilitas penunjang lainnya seperti rumah sakit, jalan, pelabuhan laut dan udara, serta kegiatan ekonomi lainnya telah menyumbangkan tingkat pencemaran di wilayah ini ( GEF/UNDP/IMO Regional Programme, 2004). Sebagai akibat kondisi tofografi wilayahnya yang berada di kawasan paling rendah dan menjadi muara beberapa sungai yang melintasi daerah pemukiman padat, kawasan bagian Tenggara Pulau Bali merupakan kawasan pembuangan limbah seluruh aktivitas manusia yang bermukim di wilayah padat Pulau Bali seperti Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. Walaupun kerusakan yang parah juga terjadi di kawasan lainnya seperti pantai utara
Kawasan yang paling berpotensi untuk menerima limbah sebagai akibat aktivitas manusia dan aliran drainase dan sungai adalah kawasan Teluk Benoa Bali. Kawasan ini merupakan sebuah teluk yang disekitarnya terdapat kegiatan-kegiatan dengan potensi limbah yang besar seperti kegiatan pelabuhan laut PT(Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa, kegiatan pelabuhan udara internasional PT(Persero) Angkasa Pura I Ngurah Rai, Tempat pembuangan Akhir Sampah (TPA) di Suwung, Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di Pesanggaran, Aktivitas Depo Pertamina di Benoa, Pembangkit Listrik PT Indonesia Power di Pesanggaran, penyediaan sumber air baku air minum PT Tirta Artha Buanamulia di Estuary Dam Nusa Dua, Aktivitas perikanan tambak di Pesanggaran dan Suwung, Aktivitas wisata Tirta di Tanjung Benoa, Reklamasi pulau Serangan oleh Bali Turtle Island Development Project ( PT. BTID), muara sungai besar seperti Tukad Ayung dan Tukad Badung, serta aktivitas manusia lainnya yang bermukim di daerah padat yang termasuk wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Perpaduan dari semua aktivitas yang terdapat disekitar kawasan Teluk Benoa Bali ini berpotensi besar meningkatkan pencemaran di kawasan tersebut setiap tahunnya.
3.Dampak Kerusakan Lingkungan Pesisir dan laut terhadap Pembangunan Bali
Perekonomian wilayah pesisir dan laut daerah
Sebagai wilayah peralihan antara daratan dan lautan, wilayah pesisir bersifat kompleks dan rapuh, disamping itu statusnya sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor daratan, pesisir dan lautan. Meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan telah menyebabkan wilayah pesisir
Dampak yang luas yang diakibatkan kerusakan wilayah pesisir dan laut
4.Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Bali
Berdasarkan karakteristik dan dinamika dari wilayah pesisir, potensi sumberdaya alam dan permasalahan pembangunan serta kebijakan pemerintah untuk sektor kelautan, maka dalam upaya mencapai pembangunan wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan, dituntut pendekatan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Hal ini sangat beralasan jika dikaji secara emperis, dimana terdapat keterkaitan ekologis atau hubungan fungsional antar ekosistem di dalam wilayah pesisir maupun antara wilayah pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Karakteristik dan dinamika wilayah pesisir dan yang demikian kompleksnya juga menuntut sistem pengelolaan yang terpadu dari berbagai aspek ekonomi, ekologi, teknis dan sosial budaya serta melalui pendekatan interdisiplin. Dari aspek institusional, konsep keterpaduan diarahkan kepada terciptanya mekanisme koordinasi yang baik dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, mengingat banyaknya kewenangan sektoral yang terlibat dalam pengelolaannya
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu berkaitan dengan prinsip-prinsip perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara modern, yang berdasarkan atas ketersediaan data dan informasi yang lengkap dan dilakukan melalui proses interdisiplin. Oleh karena itu, salah satu tahapan awal dalam siklus program pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah penyiapan profil lingkungan yang menyajikan data dan informasi mengenai karakteristik sosial ekonomi, budaya, biogeofisik-kimia, ekologi dan kelembagaan wilayah pesisir di
Program pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu di
1. Ketersediaan data dan informasi yang memadai merupakan perangkat penting yang dibutuhkan dalam perumusan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Oleh karena itu suatu sistem data/informasi yang dikelola secara baik dan terapdu perlu ditingkatkan kapasitasnya. Survey, penelitian-penelitian dan monitoring di bidang pesisir dan kelautan perlu ditingkatkan serta sistem dan program pemantauan lingkungan yang telah dilaksanakan oleh lembaga terkait perlu ditingkatkan.
2. Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota secara mendesak perlu menetapkan status kondisi lingkungan di wilayah laut kewenangan masing-masing, seperti status kondisi terumbu karang, hutan mangrove dan status pencemaran.
3. Munculnya permasalahan dalam pemanfaatan ruang pesisir dan laut di
4. Partisipasi para stakeholders merupakan kunci bagi manajemen pesisir dan laut. Oleh karena itu perlu dibangun sistem manajemen melalui pendekatan partisipatoris, untuk menjamin bahwa prinsip, proses dan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut sepenuhnya dapat dimengerti tidak hanya oleh yang menggagas dan yang menerapkannya, tetapi juga bagi stakeholders yang terlibat. Program-program peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) dan peningkatan kemampuan (capacity building) para stakeholders menjadi sangat penting untuk dapat berpartisipasi secara optimal.
5. Formulasi di bidang peraturan perundang-undangan mutlak dilakukan agar secara optimal dapat menunjang implementasi program-program pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dalam tatanan otonomi daerah. Pengaturan hukum pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu perlu ditunjang oleh peningkatan kinerja penegakan hukum.
6. Perlu dikembangkan suatu kelembagaan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu guna mengkoordinasikan berbagai kegiatan sektoral, mengkoordinasikan kegiatan penelitian dan program-program pemantauan (monitoring) lingkungan termasuk pengelolaan data dan informasi mengenai wilayah pesisir dan laut.
Mengingat begitu banyaknya permasalahan di wilayah pesisir dan laut Pulau Bali, maka dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut perlu segera diimplementasikan perencanaan strategis pengelolaan wilayah pesisir dan laut Bali dalam bentuk rencana aksi yang berkelanjutan secara terpadu.
5. Penutup
Sebagai penyumbang yang besar terhadap pertumbuhan pembangunan perekonomian di
Pendekatan yang perlu dipertimbangkan selain pendekatan teknologi, ekonomi, dan kelembagaan yang telah digariskan dalam kebijakan pengelolaan lingkungan di Indonesia sesuai Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, adalah dengan mengimplementasikan pendekatan cultural yang mengedepankan kearifan local ( local genius) sesuai dengan implementasi konsep pembangunan berkelanjutan. Wilayah Bali yang mengalami tekanan kerusakan lingkungan wilayah pesisir dan laut dapat melaksanakan implementasi pendekatan cultural tersebut dengan mulai secara konsisten melaksanakan implementasi nilai-nilai kearifan local yang mengedepankan keselarasan antara sesama manusia dengan Tuhan (Parhyangan) dan segenap kekuatannya, dengan sesama manusia ( Pawongan ) , dan dengan alam lingkungan ( Palemahan).
Daftar Pustaka
Supriharyono, 2000, Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis,
Mitchell,et al, 2000, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Jogyakarta: Gajahmada Univerity Press
Gambar.1 Peta Kerusakan Wilayah Pesisir dan Laut Bali ( Sumber: ICM Bali,2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar