SINERGI TIGA PILAR PEMBANGUNAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT TERPADU DI BALI
Oleh : Dr. Ketut Gede Dharma Putra,M.Sc
FMIPA Universitas Udayana Bali
Tim Ahli Integrated Coastal Management (ICM) GEF/UNDP/IMO Regional Programme for Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA) – Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.
Jl Gutiswa No 24 Denpasar Bali Indonesia Tel 0361 7939904 Fax 0361467712 Hp 08123970922
Email: kgdharmap@mipa.unud.ac.id
ABSTRAK
Peningkatan kerusakan dan pencemaran lingkungan di kawasan pesisir dan laut Bali terjadi akibat adanya kebijakan pengembangan kawasan pariwisata yang sebagian besar berada di wilayah pesisir dan laut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Provinsi Bali telah mengadopsi konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu/integrated coastal management (ICM) atas fasilitasi lembaga GEF/UNDP/IMO Regional Programme for Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA). Melalui program tersebut telah dapat diidentifikasi berbagai konflik kepentingan di kawasan pesisir dan laut Bali serta beberapa dokumen perencanaan yang berimplikasi terhadap pengembangan kawasan pesisir dan laut Bali secara terpadu.
Program Pemantauan Lingkungan Pesisir dan Laut Terpadu di Bali sebagai bagian dari implementasi program ICM dapat dilaksanakan berdasarkan sinergi tiga pilar pembangunan yakni pemerintah, industri/swasta dan masyarakat. Hasil dari kegiatan ini menunjukan bahwa pencemaran lingkungan hidup di wilayah pesisir dan laut yang berasal dari sumber di daratan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, serta beberapa pantai perlu ditingkatkan kualitasnya. Hampir semua lokasi pemantauan dicemari oleh lapisan minyak, benda terapung, senyawa nitrogen dan fosfat. Sebagian besar air laut di lokasi pemantauan tercemar bakteri coliform. Dari keseluruhan pantai yang dipantau, pantai Nusa Dua adalah yang terbaik terkait kualitas air laut, serta fasilitas informasi dan manajemen lingkungannya termasuk ketersediaan fasilitas pengolahan sampah dan air limbah, sementara itu Kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan yang paling tercemar. Hal yang positif dari kegiatan ini adalah keterlibatan aktif dari instansi pemerintah mulai dari perencanaan hingga implementasi program. Hambatan pelaksanaan umumnya berasal dari keterbatasan sumber daya seperti personal dan peralatan, dan yang paling besar adalah belum optimalnya budaya kerjasama antar instansi pemerintah baik pada level provinsi maupun kabupaten/kota dalam mengalokasikan perencanaan dan penggunaan anggaran untuk kegiatan pemantauan lingkungan hidup secara terpadu. Hal lainnya yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran akan pentingnya keterlibatan dan jalinan kerjasama antar instansi teknis,balai penelitian/laboratorium dalam upaya keberlanjutan program pemantauan lingkungan hidup.Sinergi antara tiga pilar pembangunan yakni pemerintah, swasta/industry dan masyarakat sangat penting dalam mewujudkan program pemantauan lingkungan terpadu yang berkelanjutan.
Katakunci: Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu, Program Pemantauan Lingkungan Pesisir dan Laut Terpadu.
ABSTRACT
The increase of environmental pollution and degradation at Bali coastal area mostly cause by the tourism development at coastal region. The Government of Bali Province has adopted the Integrated Coastal Management (ICM) to reduce the impact of coastal development under the facilitiation of GEF/UNDP/IMO Regional Programme for Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA). This program can manage the conflict of interest among stakeholders at coastal region and some planning paper to promote the integrated planning at coastal region of Bali.
Integrated Coastal Environmental Monitoring Program in Bali is done to monitored parameter in sea water quality and beach condition and link the observed patterns to specific integrated coastal management actions. It involves repeated sampling over time and is different from environmental sampling which may be short term, aimed at collecting specific information on the concentration, distribution, and variability of chemical contaminants in certain media. It requires the integration of information from several concurrent sampling efforts and requires periodic analysis of monitoring program results so that sampling may be modified as necessary to maximize program effectiveness.
The result of the program give evidence that the marine pollution mostly come from land base pollution and at some beach give risk to humans, the environmental quality need to improve. At most of the site are polluted by the oil layer, floating material, nitrogenous, and phosphate. Most of the water also contain bacterial pathogen. Among the entire site monitored, Nusa Dua beach become the best beach in related with the seawater quality, the facility for public activities, and the beach management and information facilities. While Teluk Benoa Region become the highly polluted area, and need to improve their environment. The positive aspect of the program is the involvement of local institution at province and regency level such as government environmental agency,public works agency, and other planning agency from the initial plan until the implementation. The constraints of the program mostly come from the limit of resource both human and equipment, while the most difficult factor is the lack of networking culture among the government agencies/research and laboratory facilities at province and regency level at sharing their available budget for monitoring program. It was very important to mention that the synergy of the government, industry and the community in monitoring activity is very strategyc to promote the integration of planning at Bali coastal region.
Keywords: Integrated Coastal Management , Integrated Beach Environmental Monitoring Program.
1. PENDAHULUAN
Pembangunan di suatu kawasan dengan segala aktivitasnya akan menyebabkan perkembangan wilayah yang menimbulkan berbagai implikasi. Selain menyebabkan pertumbuhan perekonomian yang mengakibatkan terciptanya lapangan kerja baru, perkembangan wilayah dapat menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Pemekaran dan pengembangan kawasan cenderung terus membengkak dan menimbulkan fenomena pembangunan fisik struktur menuju arah maksimal, sedangkan pengembangan ruang terbuka hijau menuju arah minimal sehingga menimbulkan kecenderungan perubahan wajah lingkungan alam. Perubahan bentang alam yang terjadi akibat pembangunan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan dalam waktu yang lama sehingga program pemantauan lingkungan terpadu memiliki peran yang strategis dalam upaya pengelolaan dan manajemen kawasan.
Degradasi lingkungan yang terjadi di kawasan pesisir dan laut Bali merupakan implikasi dari berkembangnya kawasan tersebut yang menjadi pusat pertumbuhan perekonomian Bali.Berawal dari ketentuan tentang kawasan pariwisata yang tercantum dalam peraturan mengenai tata ruang wilayah, maka pembangunan kawasan pesisir menjadi sangat masif karena sebagian besar kawasan pariwisata Bali berada di wilayah pesisir. Berbagai aktivitas yang mendukung perkembangan kawasan menuntut agar dibangun fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, seperti sarana pelabuhan laut dan bandar udara internasional, sumber daya energi, penyediaan air bersih, fasilitas perbankan dan perekonomian, serta sarana akomodasi dan penunjang aktivitas bisnis, yang mampu memenuhi tuntutan perkembangan wilayah.Implikasi yang dirasakan saat ini, kawasan pesisir menjadi pusat pertumbuhan kawasan sekaligus mendapat tekanan paling besar berupa degradasi lingkungan hidup.
Berbagai tantangan yang dihadapi kawasan pesisir dan laut Bali memerlukan strategi pengelolaan yang tepat dan terpadu. Identifikasi terhadap permasalahan yang dihadapi kawasan pesisir Bali dilakukan untuk menyusun suatu strategi pengelolaan yang terarah dan tepat sasaran. Dalam tulisan ini, akan ditampilkan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan laut Bali yang berdasarkan pada upaya pemnatauan lingkungan pesisir dan laut terpadu.
2. SINERGI TIGA PILAR PEMBANGUNAN
Terdapat tiga pilar utama yang berperan dalam pembangunan wilayah, yakni pemerintah, sektor industri/bisnis, dan masyarakat (Rogers, 2004:2). Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang. Sebagai regulator dan eksekutor pembangunan, peran pemerintah menjadi pilar utama dalam pembangunan kawasan pesisir dan laut Bali. Sementara itu, sektor industri sebagai kelompok bisnis yang melaksanakan kegiatan di bidang produksi dan jasa merupakan pilar pembangunan yang sangat strategis dalam perkembangan kawasan sebagai pusat pertumbuhan perekonomian Bali. Berbagai jenis industri dan bisnis yang ada di suatu kawasan menjadi penggerak ekonomi kawasan yang menimbulkan beragam dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Selain itu, peran masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan merupakan pilar ketiga yang sangat penting. Peran tiga pilar pembangunan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat lahir dan batin sehingga perlu diupayakan agar berjalan dengan baik dan terarah.
2.1. Peran Pemerintah
Peran pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam merupakan konsekuensi dari tugas negara untuk menguasai sumber daya alam untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam menjalankan perannya, pemerintah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dan masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut. Hal itu dapat dilakukan dengan mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan upaya pengendalian pencemaran dan perusakan kawasan pesisir dan laut meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri hingga peraturan daerah, dan keputusan gubernur/bupati/walikota telah banyak disiapkan bersamaan dengan perangkat pendukungnya.
Kebijakan pemerintah Provinsi Bali dalam melaksanakan peran pengendalian pencemaran lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut Bali dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Bali No 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah untuk mengatur pemanfaatan ruang dan lahan, dan Peraturan Daerah Provinsi Bali No 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup untuk mengendalikan dampak negatif pemanfaatan ruang dan lahan. Kemudian, kedua perda provinsi tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten/kota dengan menetapkan peraturan terkait pengaturan detail tata ruang dan prosedur perizinan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan di level kabupaten/kota. Walaupun berbagai kebijakan yang berupaya mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sudah tersedia, fenomena peningkatan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup makin bertambah parah. Hal ini diakibatkan karena tidak ada koordinasi yang sinergis antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, sehingga kerusakan yang terjadi terus bertambah.
Peran pemerintah yang direpresentasikan melalui pemerintah daerah dalam menggali potensi sumber daya alam untuk sebanyak-banyaknya dilakukan demi kemakmuran masyarakat. Peran tersebut tersurat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Implementasi dari ketentuan pengaturan kawasan pesisir dan laut Bali telah di lakukan dengan aturan pola pemanfaatan ruang (zoning regulation) dalam rangka menjabarkan rencana detail tata ruang (RDTR). Selanjutnya rencana operasional pemanfaatan ruang dapat dijadikan acuan dalam setiap kegiatan pembangunan di kawasan tersebut. Pedoman tersebut dapat digunakan untuk mengoordinasikan, mengintegrasikan, dan melaksanakan program pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh pemerintah, industri/swasta, dan masyarakat secara operasional. Dengan kebijakan zonasi yang jelas, mekanisme pemanfaatan ruang yang terkait pemberian perizinan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang memiliki kepastian bagi masyarakat, pemerintah, dan sektor industri/swasta .
Peran pemerintah dalam menunjang aspek pengendalian pencemaran lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut dapat lebih terarah dengan adanya kebijakan zonasi kawasan karena pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih terukur seperti dalam prosedur perizinan dan pengawasan serta penindakan hukum. Apabila dalam penerapan kebijakan peraturan perundangan, aspek penegakan hukum yang dilaksanakan secara konsisten, degradasi lingkungan hidup akan dapat dikurangi sampai batas yang dapat diterima oleh daya dukung lingkungan. Misalnya, dalam penetapan zonasi Taman Hutan Raya di kawasan Teluk Benoa, kalau saja setiap perencanaan pembangunan di kawasan tersebut mematuhi prosedur zonasi kawasan yang berkaitan dengan hutan bakau, peningkatan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup di kawasan Teluk Benoa akan dapat dihindarkan.
Peran pemerintah dalam mengatur pemanfaatan zonasi kawasan sangat menentukan perkembangan kawasan tersebut. Kepatuhan terhadap kebijakan tata ruang wilayah dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam dapat dijadikan ukuran terhadap komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Peta zonasi pemanfaatan kawasan dapat memudahkan peran pemerintah dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan. Pemanfaatan kawasan sesuai dengan kesepakatan zonasi tersebut akan memberikan implikasi positif terhadap aspek pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Hal ini disebabkan penetapan zonasi tersebut telah disepakati oleh para pihak terkait dalam upaya mengidentifikasi penggunaan-penggunaan yang diperbolehkan atas kepemilikan lahan dan peraturan-peraturan yang berlaku atasnya. Dalam melaksanakan perannya, pemerintah memiliki kewenangan dalam pengaturan kebijakan pemanfaatan potensi sumber daya yang tersedia yang pada umumnya dikelola oleh kelompok industri atau bisnis. Pendapatan hasil pemanfaatan potensi sumber daya digunakan kembali untuk sebanyak-banyaknya dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir/nelayan yang pada umumnya berada dalam kondisi yang marginal.
2.2. Peran Industri
Selain pariwisata dan pertanian, pengembangan industri, khususnya industri kecil, merupakan salah satu sektor prioritas dalam pembangunan Bali. Pertumbuhan pembangunan industri kecil di Bali dalam tiga tahun Repelita IV terus mengalami peningkatan, bila dilihat dari perkembangan jumlah sentra industri, unit usaha, tenaga kerja, dan investasi yang ditanamkan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai ekspor produk aneka industri dan industri kecil pada tahun 1988 hanya US$129,0 juta, bertambah menjadi US$299,185 juta pada tahun 1994. Pertumbuhan industri kecil di Bali mengalami peningkatan dari tahun 1988 sebesar 14,05 %, menjadi 90,2 % pada tahun 1992. Jumlah sentra industri kecil pada tahun 1995 mencapai 1279 buah dengan peningkatan rata-rata 7,92 % setahun, sedangkan jumlah unit usaha mencapai 93.035 buah dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 297.352 orang. Nilai investasi sebesar Rp 321,182 milyar lebih melebihi target yang ditetapkan dan nilai produksinya yang mencapai Rp 832,833 milyar. Peran sektor industri dalam menunjang nilai total ekspor Bali cukup besar, yaitu 79,06 % dengan nilai US$249,507 juta pada tahun 1995 dan meningkat menjadi US$332,291 juta pada tahun 1996.
Peran sektor industri terhadap peningkatan pencemaran lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut merupakan akibat dari pesatnya pertumbuhan sentra industri termasuk aktivitas perdagangan di kawasan tersebut. Sebagai pusat pertumbuhan perekonomian Bali, sektor industri yang berkembang di kawasan pesisir dan laut Bali didominasi oleh industri berbasis pariwisata, perikanan dan kelautan serta industri jasa. Aktivitas industri di kawasan ini memberikan sumbangan yang besar kepada pertumbuhan kawasan seperti penciptaan lapangan kerja dan peningkatan ekonomi kawasan. Tenaga kerja yang diserap sektor pertambangan, manufaktur, utilitas dan konstruksi sebanyak 19.984 orang pada tahun 1971 meningkat menjadi 127.570 orang pada tahun 2006, sedangkan di sektor perdagangan, hotel dan restoran serta komunikasi dan jasa-jasa lainnya meningkat dari 152.132 orang pada tahun 1971 menjadi 818.114 orang pada tahun 2006. Sekitar 80 % lapangan kerja tersebut berada di pusat pertumbuhan perekonomian Bali di sekitar kawasan Teluk Benoa.
Pesatnya perkembangan kawasan pesisir di Bali Selatan sebagai akibat sebagian besar lokasi yang memiliki persyaratan yang diminta oleh para pemodal terletak di kawasan tersebut. Perkembangan kawasan Sanur, Kuta, dan sekitarnya dengan hamparan pasir putih dan kehidupan masyarakatnya yang sudah terbiasa dengan aktivitas turis, atau Nusa Dua sebuah kawasan baru yang direncanakan dengan matang sebagai lokasi resor mewah. Pembangunan fasilitas pariwisata pada periode pemerintahan Gubernur Ida Bagus Mantra (1978-1988) dan Ida Bagus Oka (1988-1998) tercatat dalam sejarah perkembangan industri pariwisata Bali sebagai waktu masuknya berbagai mega proyek di Bali. Diawali dengan pembangunan resor Nusa Dua yang mulai beroperasi tahun 1983, kemudian diikuti dengan pembangunan hotel berbintang di Jimbaran , Kuta dan Sanur dan kawasan wisata lainnya.Hingga kini, sebagian besar sarana dan prasarana kepariwisataan Bali berada di kawasan Bali Selatan. Peran industri pariwisata yang demikian dominan di kawasan ini telah dirasakan menimbulkan dampak pada peningkatan degradasi lingkungan hidup, terutama lingkungan pesisir dan laut.
2.3. Peran Masyarakat
Peran masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Bali termasuk dalam kategori peran sentral. Hal ini sebagai akibat adanya budaya masyarakat Bali yang memanfaatkan kawasan pesisir dan laut dalam setiap aktivitasnya, terutama dalam kaitannya dengan aktivitas ritual. Pada umumnya, tempat suci/pemujaan masyarakat Bali terletak di kawasan pesisir Bali. Dalam pengertian penjagaan alam Bali, semua pura yang termasuk Dang Kahyangan, berada pada semua arah angin sehingga ibarat menjaga Bali dari segala penjuru. Oleh karena itu, setiap kegiatan pembangunan di kawasan pesisir Bali akan langsung berinteraksi dengan kepentingan masyarakat.
Terdapat beberapa kasus yang memeprlihatkan peran masyarakat sangat strategis dalam kegiatan pengembangan dan pembangunan kawasan pesisir Bali. Munculnya sikap apatisme masyarakat terhadap beberapa program di kawasan pesisir lebih banyak akibat minimnya kegiatan sosialisasi yang terkait dengan rencana pembangunan tersebut. Hal ini memerlukan metode yang tepat dalam upaya membangkitkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan di kawasan pesisir tersebut.
Pada umumnya, sikap penolakan masyarakat terhadap program pemerintah bermuara pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap komitmen aparatur pemerintah dalam menjalankan mekanisme kebijakan pemanfaatan sumber daya alam demi kepentingan kesejahteraan masyarakat. Sikap penolakan masyarakat memiliki peran yang besar terhadap terhambatnya pelaksanaan program pembangunan. Untuk memperbaiki keadaan, perlu dilaksanakan kegiatan sosialisasi, penelitian, dan analisis akademis yang mendalam terhadap potensi keterlibatan masyarakat dalam program pengelolaan lingkungan hidup melalui mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, sehingga keputusan yang dihasilkan dalam pertemuan lintas sektor dapat mencerminkan aspirasi masyarakat yang sebenarnya. Dalam upaya meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, pemerintah perlu melakukan upaya pelestarian dan peningkatkan pengakuan sosial, legitimasi, atau representasi apabila ingin menunjukkan kekuasaannya. Hal ini disebut strategi investasi simbolis. Strategi ini dapat meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu.
3. PROGRAM ICM DI BALI
Dalam upaya meningkatkan peran para pihak dalam mengatasi permasalahan lingkungan guna tercapainya sasaran pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir yang optimal dan berkelanjutan, sejak tahun 2000 Pemerintah Propinsi Bali bekerja sama dengan GEF/UNDP/IMO Regional Programme for Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA) dalam Program Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu (Integrated Coastal Management, ICM). Pengelolaan pesisir terpadu adalah suatu proses dinamis di dalam mana suatu strategi terkoordinasi dikembangkan dan diimplementasikan dalam rangka alokasi lingkungan, sosial budaya dan sumberdaya kelembagaan untuk mencapai sasaran konservasi dan pemanfaatan wilayah pesisir multi-guna yang berkelanjutan. Proyek Demonstrasi Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu di Bali dimaksudkan untuk membantu dan membangun kapasitas daerah, baik pemerintah maupun pihak berkepentingan lainnya (stakeholders), dalam melindungi dan mengelola lingkungan dan sumberdaya wilayah pesisir Bali. Dalam tataran implementasi, program ICM ini merupakan bentuk sinergi antara pemerintah, industri/bisnis, dan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coastal Management/ ICM) adalah pendekatan pengelolaan wilayah yang memiliki mekanisme keterpaduan program diawali dengan melakukan: (1)persiapan, (2)inisiasi, (3)pengembangan, (4)adopsi, (5)implementasi, dan(6) penyempurnaan dan konsolidasi, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan siklus yang baru seperti terlihat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Siklus Pengembangan dan Implemtasi ICM
Provinsi Bali yang telah ditunjuk oleh GEF/UNDP/IMO Regional Programme for Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA) memulai siklus ICM pada tahun 2000 dengan ditetapkannya sebuah tim lintas sektor dibantu oleh ahli dari perguruan tinggi untuk melakukan persiapan awal berupa identifikasi profil wilayah pesisir Bali Tenggara. Dalam mempersiapkan siklus ICM di Provinsi Bali, Bapedalda Bali( sekarang Badan Lingkungan Hidup ) sebagai lembaga yang dijadikan PMO (Project Management Office) sudah menyusun beberapa kegiatan yang mengikuti siklus ICM diantaranya pembentukan tim teknis ICM melalui Keputusan Gubernur Bali Nomor 342 tahun 2000 yang bertugas melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah pesisir di Bali sesuai dengan mekanisme ICM.
Beberapa kegiatan yang sudah dihasilkan adalah penyusunan dokumen Profil Wilayah Pesisir Bali Tenggara yang berisi potensi dan permasalahan wilayah pesisir dan laut di wilayah Bali bagian Tenggara, Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Bali Tenggara, Analisis Resiko Lingkungan Hidup, Zonasi Kawasan Teluk Benoa, serta beberapa kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu di wilayah pesisir dan laut. Berdasarkan beberapa hasill dari kegiatan ICM tersebut, diharapkan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Bali dapat memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan.
Dalam melaksanakan pendekatan ICM di Bali telah dapat diidentifikasi adanya konflik kepentingan dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan laut. Dampak yang terjadi dari konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut telah menimbulkan keresahan masyarakat akibat terdesaknya akses masyarakat yang secara historis telah secara turun temurun menggantungkan penghidupannya di pantai serta tertutupnya akses ke pantai/laut yang dapat menghambat kelancaran masyarakat dalam melangsungkan upacara keagamaan di pantai. Dampak ini umumnya muncul karena konflik pemanfaatan ruang pantai antara beberapa aktivitas dengan kegiatan masyarakat lokal di daerah pesisir seperti tergambar dalam Gambar 2.
Gambar 2. Interaksi konflik di kawasan pesisir dan laut Bali
Interaksi berbagai konflik di kawasan pesisir dan laut Bali ini muncul akibat bertambah banyaknya kegiatan berbagai sektor pemerintah,swasta,dan masyarakat. Hal ini semakin mendorong adanya kompetisi diantara para pelaku pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut tersebut. Kompetisi ini menyebabkan adanya tumpang tindihnya perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintah daerah, masyarakat setempat dan swasta. Pihak yang berkepentingan terhadap sumberdaya wilayah pesisir dan laut menyusun rencana kerja secara sendiri-sendiri, sehingga dalam pelaksanaannya sering tumpang tindih satu dengan yang lain.
Sementara itu, sifat sumberdaya pesisir dan lautan yang multiguna serta melibatkan berbagai pihak-pihak yang berkepentingan, maka konflik dalam pemanfaatan tidak terhindarkan. Konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir seringkali membawa dampak terhadap keresahan masyarakat akibat adanya ketidakadilan yang dirasakan. Konflik pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir di Bali, umumnya terjadi akibat tumpang tindih dalam pemanfaatan ruang yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk pemanfaatan. Hal ini terjadi karena belum adanya zonasi pemanfaatan wilayah pesisir dan laut untuk Provinsi Bali.
Mengingat dominannya sektor pariwisata yang memanfaatkan wilayah pesisir Pulau Bali, maka seringkali pariwisata menjadi sumber dan titik sentral dari konflik tersebut. Selain itu, konflik kepentingan juga terjadi antara konservasi dengan pemanfaatan non konservasi, dimana hal ini seringkali membawa dampak yang buruk terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan sehingga sinergi tiga pilar pembangunan yakni antara pemerintah, industri/bisnis/swasta, dan masyarakat sangat strategis dalam mengurangi dampak negatif pembangunan di kawasan pesisir dan laut Bali.
4. PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT TERPADU
Salah satu program impllementasi yang menjadi bagian dari kegiatan berbasis ICM di Bali adalah pelaksanaan program pemantauan lingkungan terpadu. Program Pemantauan Lingkungan Pesisir dan Laut Terpadu di Bali dilakukan untuk memantau kualitas air laut dan kondisi pantai yang dikaitkan dengan dengan tujuan program pengelolaan wilayah pesisir dan terpadu. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan sampel secara random di beberapa lokasi yang terpilih untuk memahami distribusi dan variasi polutan kimiawi di lingkungan serta mengevaluasi fasilitas pengelolaan limbah padat dan cair serta sistem manajemen lingkungan lainnya. Diperlukan juga informasi yang terpadu dari beberapa instansi pemerintah dan lembaga teknis terkait serta analisis hasil pemantauan secara berkala untuk mengefektifkan program pengendalian dan pengawasan pembangunan.
Tujuan dari kegiatan pemantauan lingkungan ini adalah mengetahui kualitas lingkungan pada beberapa pantai terpilih. Kegiatan dimulai tahun 2005 dan terus dilakukan hingga sekarang mengambil lokasi pemnatauan di Pantai Sanur, Serangan, Pelabuhan Benoa, Tanjung Benoa, dan Nusa Dua, dan pantai yang termasuk kawasan pariwisata di Bali. Jumlah keseluruhan lokasi samping adalah 20 buah. Parameter yang dipantau meliputi total dan fecal coliform, fecal streptococcus, lapisan minyak, benda terapung, kekeruhan, salinitas, total padatan terlarut, total padatan tersuspensi,pH,oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biologi, kebutuhan oksigen kimiawi, nitrit dan nitrat, amonia,dan fosfat. Parameter lainnya meliputi ketersediaan program pendidikan, manajemen dan informasi lingkungan termasuk fasilitas pengolahan limbah padat, air limbah, serta pelayanan publik dan keamananan.
Hasil dari kegiatan ini menunjukan bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan hidup di wilayah pesisir dan laut yang berasal dari sumber di daratan, serta beberapa pantai perlu ditingkatkan kualitasnya. Hampir semua lokasi pemantauan dicemari oleh lapisan minyak, benda terapung, senyawa nitrogen dan fosfat. Sebagian besar air laut di lokasi pemantauan tercemar bakteri coliform. Dari keseluruhan pantai yang dipantau selama kurun waktu tahun 2005 s.d. 2009 pantai Nusa Dua adalah yang terbaik terkait kualitas air laut, serta fasilitas informasi dan manajemen lingkungannya termasuk ketersediaan fasilitas pengolahan sampah dan air limbah, sementara itu Pelabuhan Benoa merupakan kawasan yang paling tercemar. Hal yang positif dari kegiatan ini adalah keterlibatan aktif dari instansi pemerintah mulai dari perencanaan hingga implementasi program. Hambatan pelaksanaan umumnya berasal dari keterbatasan sumber daya seperti personal dan peralatan, dan yang paling besar adalah belum optimalnya budaya kerjasama antar instansi pemerintah baik pada level provinsi maupun kabupaten/kota dalam mengalokasikan perencanaan dan penggunaan anggaran untuk kegiatan pemantauan lingkungan hidup secara terpadu. Hal lainnya yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran akan pentingnya keterlibatan dan jalinan kerjasama antar instansi teknis dalam upaya keberlanjutan program pemantauan lingkungan hidup.
Program pemantauan lingkungan pesisir dan laut terpadu Bali disusun berdasarkan mekanisme keterpaduan program yang dilaksanakan di kawasan pesisir seperti digambarkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Skema program pemantaun lingkungan pesisir dan laut terpadu di Bali
Program pemantauan lingkungan pesisir dan laut terpadu di Bali yang dilaksanakan dalam skema program ICM sangat bermanfaat dalam memahami kondisi kualitas lingkungan pesisir dan laut, kebersihan dan kenyamanan kawasan pantai, prosedur dan manajemen keamanan pantai, termasuk peningkatan kapasitas terhadap program penyelamatan pantai Bali. Dalam prakteknya, sinergi pemerintah, kalangan swasta/industri/kelompok bisnis dengan masyarakat, terutama masyarakat adat di Bali sangat berperan dalam mendorong keberhasilan program pemnataun lingkungan pesisir dan laut terpadu ini.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan terhadap berbagai kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di kawasan pesisir dan laut Bali, dapat disimpulkan beberapa hal yakni: (1) Berbagai program pembangunan di Bali, khususnya di kawasan pesisir dan laut telah menimbulkan pertumbuhan perekonomian yang mengakibatkan terciptanya lapangan kerja baru,. Namun, perkembangan wilayah yang terjadi akibat pembangunan tersebut telah menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. (2) Kawasan pesisir dan Laut Bali adalah kawasan yang paling mendapat tekanan dari adanya kegiatan pembangunan tersebut, sehingga program program pemantauan lingkungan terpadu memiliki peran yang strategis dalam upaya pengelolaan dan manajemen kawasan.(3) Berbagai konflik kepentingan terjadi di kawasan pesisir dan laut sebagai akibat adanya beragam aktivitas seperti pariwisata dan rekreasi, industri, pelabuhan, pertambangan, aktivitas ritual, perikan, konservasi, serta pemukiman dan bisnis. (4) Sinergi peran pemerintah, swasta/industri dan masyarakat dalam upaya mengurangi dampak negatif pembanguan di kawasan pesisir dan laut dapat dillakukan dengan mengimplementasikan konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu (ICM). (5) Program pemantauan lingkungan pesisir dan laut terpadu di Bali dapat terlaksanaka sebagai akibat adanya sinergi peran pemerintah, sektor industri/swasta dan masyarakat sejak awal perencanaan hingga diseminasi hasil pemantauan lingkungan hidup.
Disarankan agar program pengelolaan wilayah pesisir dan laut dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan oleh seluruh pemerintah daerah di Bali sehingga dampak negatif pembangunan di kawasan pesisir dan laut Bali dapat diminimalkan. Program pemantauan lingkungan pesisir dan laut terpadu perlu lebih ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya dengan meningkatkan peran tiga pilar pembangunan yakni pemerintah, industri dan masyarakat melalui optimalisasi peran balai penelitian dan laboratorium di masing-masing lembaga.
PUSTAKA ACUAN
Bapedalda Bali, 2001, Study on Comulative Environmnetl Impact (SOCEI), Final Report
Bendesa, I.K. 2008. Ekonomi Bali dalam Perspektif Pariwisata dan Lingkungan,,Makalah. Denpasar: Panitia Pelaksana Kongres Kebudayaan Bali I Tahun 2008
Burbridge, P.R., 1986. Problems and issues of coastal zone management. In Man, Land and Sea. The Agricultural Development Council. Bangkok.
Chua, T.E. 1998. Leasson learned from practicing integrated coastal management in Southeast Asia. Ambio vol. 27 No. 8 : 599-610.
Dharma Putra,K.G., 2003, Partnership and Public Participatory Approach for Coastal and Marine Environment Management in Bali, Indonesia, The East Asia Seas Congress, Putrajaya, Malaysia
Dharma Putra,K.G.,2009, Integrated Beach Environmental Monitoring Program( IBEMP) in Bali : The Land Base Pollution Mitigation Programme in supporting Bali Sustainable Development , International Seminar on Chemical Soceity,
Dharma Putra,K.G..2010, Pencemaran Lingkungan Ancam Pariwisata Bali.Denpasar: Penerbit PT Pustaka Manikgeni.
GEF/UNDP/IMO Regional Programme on Building PEMSEA,2002, Coastal Strategy for the Southeastern Coast of Bali
GEF/UNDP/IMO Regional Programme on Building PEMSEA,2004,Southeastern Coast of Bali Initial Risk Assessment, Bali National ICM Demonstration Site
Rogers, E.M. 2004. Pembangunan dan Komunikasi. Penterjemah. Dasmar Nurdin. Jakarta: Penerbit LP3ES.
United Nations Environment Program, 2001, Monitoring Industrial Emmision and Wastes, A Manual
Langganan:
Postingan (Atom)